Forum Petani Multikultur Indonesia (FPMI) merespon positif kebijakan pemerintah terkait kebijakan cukai hasil tembakau.  Petani mengapresiasi kebijakan  cukai Pemerintah  yang mulai tahun 2018 terjadi set-back,  setelah tidak menaikkan cukai rokok selama 2015-2017 – pada 2017, kenaikan cukai rokok hanya 10,14 persen.    Alhamdulillah, pada 2020, tarif cukai dinaikkan.    FPMI juga sangat mengapresiasi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 7 Tahun 2020 tentang penggunaan, pemantauan dan evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) – dimana pemerintah menetapkan 50% alokasi DBH CHT untuk kesejahteraan masyarakat, 25% untuk penegakan hukum dan 25 % untuk kesehatan masyarakat.   Perlu diperhatikan,  bahwa kenaikan tarif cukai sebesar  73,53 persen sejak tahun 2015 hingga awal tahun 2020  memunculkan polemik di semua media.  Selama ini, cukai selalu dikaitkan dengan pernyataan terkait peran Industri Hasil Tembakau (IHT) yang sangat strategis  sehingga selalu muncul polemik yang berkepanjangan. CHT justru lebih berorientasi pencapaian target penerimaan, daripada pengendalian atau pembatasan konsumsi rokok dan upaya peningkatan kesejahteraan petani.

 

Semua pihak harus menyadari bahwa sampai saat ini petani tembakau selalu ada dalam pihak yang dirugikan  (harga tembakau tahun 2020 dinyatakan petani sebagai harga terburuk selama 10 tahun terakhir).  Demikian juga petani multikultur  (harga panen sayuran berbagai jenis sangat rendah), menunjukkan bahwa belum ada dukungan kebijakan yang sinergis untuk peningkatan kesejahteraan petani.  Petani berharap pemerintah mengalokasikan 5-10 persen pendapatan cukai rokok untuk program pendampingan petani tembakau beralih profesi (H Thabrany, 2020).  Kebijakan itu bisa selaras dengan keinginan pemerintah untuk menurunkan konsumsi rokok seperti yang dilakukan negara-negara di dunia.   Semestinya cukai rokok menjadi  instrumen pengendalian rokok yang paling efektif, disamping tentu saja untuk menaikkan pendapatan negara.   Dicontohkan, jika rata-rata pendapatan negara dari cukai rokok per tahun sekitar Rp 140 triliun, maka setidaknya Rp 14 triliun bisa dialokasikan untuk program pendampingan petani. Dana tersebut, kata dia, bisa dialokasikan untuk Kementerian Pertanian sebagai lembaga negara yang langsung membina petani. Dana tersebut  juga bisa digunakan untuk bantuan manajemen petani dalam membudidayakan komoditas yang berpeluang di ekspor.

Melalui kegiatan pers conference ini, FPMI selaku organisasi perwakilan petani menyuarakan aspirasinya –    DBH CHT harusnya kembalikan pada pemangku kepentingan, seharusnya peruntukannya lebih fokus untuk petani dan buruh tembakau.  Pemerintah semestinya mengakomodasi kebijakan tersebut dalam aturan yang memprioritaskan kebutuhan petani.   Oleh karenanya, para petani memberi dukungan pada kenaikan cukai rokok dengan tuntutan bahwa semestinya pemerintah merumuskan rencana strategis yang berbasis kesejahteraan petani, tidak semata menonjolkan peran Industri Hasil Tembakau (IHT).